14/05/2025
×
×
Today's Local
14/05/2025
Tutup x

Pengamat: Kampanye Hitam dan Buzzer Kampanye Negatif, Itu Pilihan Politik Pencitraan

Gambar ilustrasi (istimewa) tarik menarik kursi kekuasaan atas nama rakyat.

Kampanye hitam atau black campaign dapat menimbulkan polemik dan mendegradasi nama paslon. Mengapa kampanye negatif dari buzzer secara non-organik menjadi pilihan politik pencitraan. Lantas bagaimana membedakan dalam pendekatan hukum.

 

MetroLuwuk, Banggai- Pendengung dibuat secara berkelompok oleh orang yang memiliki kepentingan untuk berkusa secara non-organik itu sudah wajar untuk mengurangi degradasi menyuarakan isu tertentu dan mempengaruhi opini publik.

“Tetapi jangan kecewa jika, tak terjadi perubahan yang signifikan penurunan angka kesenjangan dampak kemiskinan dalam pembangunan. Apabila pempimpin yang lahir itu hanya untuk berkuasa”. Kata pegiat Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, masih berstatus Lawyer Abdul Razak, SH, saat di konfirmasi, Rabu 12 Maret 2025.

Menurut dia, masalah yang ditumbulkan oleh orang yang memiliki rekam jejak memimpin yang buruk sebenarnya sangat mudah. Semisal saat ini sedang dalam sorotan publik soal penurunan angka indeks demokrasi Indonesia,

Meskipun disebut banyak pihak menilai turunnya demokrasi itu terjadi sejak 2024. Bukan disaat dipimpin Presiden Prabowo Subianto, harusnya bukan begitu cara cuci tangan yang disuguhkan ke publik sebaiknya, hal yang konstruktif sesuai visioner program dan capaian dilontarkan, “karena pemimpin itu lahir dari rekam jejak sebagai data indikator penilaian”. Jelasnya

Razak menjelaskan penurunan demokrasi di daerah dapat di lihat siapa calon pemimpin itu, apakah dari rekam jejaknya memang sudah bermasalah. Hal ini sudah seharusnya dijadikan pembedah, “sudah jelas bermasalah mengapa harus di pilih. Jadi jangan terjebak isu di dengungkan para buzzer menutupinya lewat pencitraan”. Kata Razak

Menurut dia, publik sekiranya menyiapkan pertimbangan fakta kebenaran rekam jejak pemimpin yang tidak lahir dari tim siber atau buzzer. Sudah saatnya, kata dia, kita suguhkan hal konstruktif melalui kampanye program yang memang menjadi kebutuhan dari kota hingga pedesaan. Seperti bantuan kebutuhan gratis alat pendidikan, kesehatan cepat tanggap dan gratis, peningkatan sarana prasaran infrastruktur dan lainnya, termasuk yaitu penyelasian konflik sosial ketidaan tanah.

BACA  Dukun pengganda uang Asal Mantoh di Tangkap Polisi Berikut Kronologisnya :

“Hal konstruktif bukan kejelekan atau kelemahan, karena masyarakat butuh pemimpin yang telah memiliki kelebihan. Artinya realitas di masyarakat itu nyata,” kata dia.

Namun, menurutnya, benturan terhebat timbul biasanya isu di dengungkan tim siber atau buzzer untuk menutupinya lewat pencitraan. Kata Rasak, digunakan tim tertentu disaat memasuki Pemilu sebagai kampanye negatif. Istilah buzzer mungkin sudah akrab di telinga para pengguna media sosial.

Kemunculan digunakan di Indonesia (Tahun) 2009 sejak adanya Twitter atau X mulai diterima masyarakat luas terkhusus pelaku bisnis saat itu. Tetapi berkembang digunakan sebagai pesan menyatakan dukungan atau menyerang kandidat tertentu, yang di fungsikan secara individu atau kelompok terorganisir untuk mempengaruhi opini publik.

“Ini merupakan model kampanye ditujukan kepada pihak lawan, tanpa fakta atau bukti yang mengarah pada fitnah”, jelasnya sambung Razak menyebutkan,

Meskipun ada perbedaan mengartikan kampanye hitam adalah tidak sesuai fakta atau menyebar informasi bohong, sedangkan arti kampanye negatif menyampaikan sesuai fakta. Dan itu telah diatur kedalam Undang-Undang Pemilihan Umum. Secara ketentuannya, kampanye negatif diizinkan dan untuk kampanye hitam (black campaign) dilarang. “Pelakunya dikenakan sanksi pidana tertuang pada Pasal 280 ayat (1) huruf c dan Pasal (521)”.