Lembaga Desa Mangrove Lestari: Langkah Menuju Pengelolaan Mangrove Berbasis Masyarakat

Share This Article
BANGGAI, Metroluwuk – Lembaga Desa Mangrove Lestari resmi dibentuk di Desa Uwedikan, Kabupaten Banggai, sebagai bagian dari upaya masyarakat nelayan dan pemanfaat kawasan mangrove untuk memperoleh izin perhutanan sosial melalui skema hutan desa. Lembaga ini akan bertanggung jawab dalam mengelola hutan mangrove secara berkelanjutan. Saman Tose terpilih sebagai Ketua Lembaga Desa Mangrove Lestari Uwedikan. Kepengurusan lembaga ini terdiri dari tiga bidang utama: Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia, Perlindungan dan Pengawasan, serta Pemanfaatan Hutan dan Pengembangan Usaha.
“Kami berharap seluruh pengurus Lembaga Desa Mangrove Lestari dapat bekerja sama untuk melengkapi semua persyaratan pengajuan hutan desa. Kita harus optimis bahwa izin ini bisa kita dapatkan,” ujar Saman usai pembentukan Lembaga Desa Mangrove Lestari, Senin, 19 Agustus 2024.
Optimisme ini juga ditunjukkan dengan penandatanganan Pakta Integritas yang mengatur hal-hal yang tidak boleh dilakukan setelah izin perhutanan sosial melalui skema Hutan Desa diperoleh. Pakta integritas ini disepakati pada 20 Agustus 2024 oleh pengurus lembaga dan para penerima manfaat.
“Kita harus berupaya bersama agar permohonan perhutanan sosial ini bisa segera terealisasi, sehingga Surat Keputusan (SK) dapat diterbitkan. Setelah itu, kita akan menjalankan pakta dan kewajiban dalam area yang dimohonkan,” jelas Sartin, Penyuluh KPH Balantak, yang turut hadir untuk memberikan penjelasan tentang perhutanan sosial kepada pengurus Lembaga Desa Mangrove Lestari.
Menurut peta permohonan areal kelola, terdapat 200,74 hektar kawasan mangrove berstatus Hutan Lindung di Desa Uwedikan yang diajukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Peta ini akan dikirimkan ke KPH Balantak untuk diverifikasi bersama dokumen lain yang disyaratkan.
Kepala Seksi Pemerintahan Desa Uwedikan, Arif Pampawa, mengingatkan para pengurus untuk terus bekerja dan memastikan para penerima manfaat menaati komitmen yang telah disepakati bersama. Ia menekankan pentingnya perlindungan kawasan mangrove di Desa Uwedikan, namun pemanfaatan yang baik oleh masyarakat juga harus dipertimbangkan.
“Peluang untuk memperoleh izin perhutanan sosial ini sangat besar dan harus kita wujudkan bersama. Apalagi kita didukung oleh Pesisir Lestari dan Japesda,” tegas Arif.
Tentang Japesda
Japesda adalah organisasi non-profit yang didirikan pada 5 Juni 2000, dengan fokus pada fasilitasi pengelolaan sumber daya alam yang menjamin keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Pesisir Lestari (YPL)
Pesisir Lestari adalah organisasi non-pemerintah (NGO) lokal yang berfokus pada konservasi laut dengan mengedepankan model berbasis masyarakat (*Community-led Model*). Visi mereka adalah membangun masa depan berkelanjutan bagi masyarakat pesisir. Program-program yang sedang berlangsung meliputi pengelolaan mangrove berkelanjutan melalui perhutanan sosial di beberapa daerah, seperti Jembrana (Desa Budeng), Banggai (Desa Uwedikan), Manggarai Barat (Desa Golo Sepang), dan Minahasa Utara (Desa Darunu). Selain itu, Pesisir Lestari juga mengembangkan alat untuk mengidentifikasi peluang *Other Effective Area-based Conservation Measures* (OECM) dan advokasi Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Gurita di Indonesia.