21/05/2025
×
×
Today's Local
21/05/2025
Tutup x

WALHI Sulteng: Bencana Ekologis Jadi Langganan Desa Labota

Screenshot

Morowali, 29 Desember 2024 – Desa Labota, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, kembali diterjang banjir bercampur lumpur. Lokasi ini berada sangat dekat dengan kawasan industri nikel Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Hujan deras yang mengguyur kawasan tersebut diduga memperburuk situasi akibat aktivitas eksploitasi tambang nikel di sepanjang pegunungan sekitarnya.

Banjir kali ini membawa material lumpur dari bagian hulu. Analisis WALHI Sulawesi Tengah menyebutkan, salah satu pemicu utama adalah rusaknya daya dukung lingkungan akibat bukaan tambang yang meluas. Pemilik konsesi tambang terbesar di kawasan ini adalah PT Bintang Delapan Mineral (BDM), yang menguasai area seluas 20.765 hektare. Secara keseluruhan, Kabupaten Morowali memiliki 53 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dengan total luas mencapai 118.139 hektare, yang sebagian besar berada di lanskap pegunungan.

Menurut laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Tengah, banjir ini berdampak langsung pada 200 jiwa yang terpaksa mengungsi ke rumah kerabat. Selain itu, lima unit rumah kos terendam banjir, dengan satu unit mengalami kerusakan ringan. Hingga saat ini, air masih menggenang di beberapa titik desa.

Kerusakan Ekologis Akibat Hilangnya Resapan Air

Wandi, Koordinator Kampanye WALHI Sulteng, menyatakan bahwa banjir di Desa Labota merupakan bukti kerusakan ekologis akibat aktivitas tambang yang masif. “Daya tampung dan daya dukung lingkungan sudah tidak lagi seimbang. Hilangnya pepohonan dan luasnya bukaan tambang mengurangi resapan air hujan, sehingga air dengan mudah membawa material tanah ke daratan rendah,” ujar Wandi.

Ia juga menyoroti bahwa lonjakan aktivitas tambang nikel di Morowali merupakan bagian dari program hilirisasi nikel yang menjadi prioritas pemerintah pusat. Sebagian besar tambang tersebut memasok bijih nikel (ore) ke kawasan IMIP.

BACA  Tomundo Banggai dan Tokoh Berpengaruh Dukung Sulianti Murad-Samsul Bahri Mang di Pilkada 2024

IMIP sendiri merupakan kawasan industri nikel seluas 4.000 hektare yang terletak di Desa Fatuvia dan Desa Labota. Kawasan ini menampung 52 perusahaan (tenant) yang terintegrasi dalam empat klaster produksi: Stainless Steel, Nickel Pig Iron (NPI), Carbon Steel, dan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) untuk bahan baterai. Namun, sejak mulai beroperasi pada 2013, WALHI menilai keberadaan IMIP telah memberikan dampak lingkungan yang signifikan, terutama bagi masyarakat Desa Labota dan Fatuvia.

Desakan Moratorium Tambang

WALHI Sulteng mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk segera memberlakukan moratorium dan mengevaluasi seluruh aktivitas tambang di kawasan pegunungan Morowali. WALHI menegaskan bahwa pengawasan dan penegakan hukum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 harus dilakukan secara serius.

“Jika ditemukan pelanggaran lingkungan, perusahaan harus dikenakan sanksi tegas, mulai dari pidana, denda, hingga pencabutan izin,” tegas Wandi. UU Nomor 3 Tahun 2021 juga mengatur sanksi administratif yang dapat memberikan efek jera bagi pelaku perusakan lingkungan.

WALHI mengingatkan, jika pemerintah hanya melihat pertambangan sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi, maka masyarakat akan terus menjadi korban dari dampak aktivitas ekstraktif. Bencana ekologis di Desa Labota, menurut WALHI, hanyalah satu dari sekian banyak ancaman serupa yang dapat terjadi di masa depan.