13/05/2025
×
×
Today's Local
13/05/2025
Tutup x

Kokolomboi Tak Lagi Gelap Berkat Pertamina EP dan Program Desa Energi Berdikari


Dulu, malam di Dusun Kokolomboi selalu gelap. Begitu matahari terbenam, satu-satunya cahaya yang menemani warga hanyalah nyala redup lampu minyak tanah. Di beberapa rumah, suara genset terdengar memecah kesunyian, tapi tidak bertahan lama. Bensin mahal, dan tidak semua keluarga mampu membelinya. Malam menjadi waktu yang panjang dan sunyi. Anak-anak belajar dalam remang-remang, sementara orang dewasa hanya bisa beraktivitas sebatas yang diterangi nyala api.

Di dusun yang terletak di Desa Leme-Leme Darat, Kecamatan Buko, Kabupaten Banggai Kepulauan ini, listrik bukanlah sesuatu yang mudah didapatkan. Letaknya yang terpencil membuat jaringan listrik PLN tak pernah menjangkau wilayah ini. Bertahun-tahun warga hanya bisa berharap suatu hari nanti desa mereka akan terang seperti desa-desa lain di luar sana.

Harapan itu akhirnya menjadi kenyataan ketika Pertamina bersama PT Pertamina EP Donggi Matindok Field menghadirkan Program Desa Energi Berdikari (DEB) di Kokolomboi. Program ini bukan sekadar proyek elektrifikasi desa, tetapi juga bagian dari upaya mewujudkan kemandirian energi berbasis masyarakat. Pertamina membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 6,6 kWP, membawa cahaya ke rumah-rumah yang selama ini hanya diterangi lampu minyak.

Ketika listrik pertama kali dinyalakan, suasana di Kokolomboi berubah. Malam yang biasanya gelap kini dipenuhi cahaya. Warga berkumpul di depan rumah masing-masing, saling tersenyum dan berbagi rasa syukur. Bagi mereka, listrik bukan hanya soal penerangan, tetapi juga tentang kehidupan yang lebih baik. Mariam, seorang guru di dusun ini, tak bisa menyembunyikan rasa harunya saat melihat anak-anak kini bisa belajar dengan nyaman di bawah cahaya lampu.

“Sebelumnya, kalau malam tiba, anak-anak harus belajar di bawah nyala lampu minyak. Asapnya bikin mata mereka pedih. Sekarang mereka bisa membaca dengan jelas, menulis dengan rapi. Bahkan beberapa orang tua sudah mulai berpikir untuk membeli televisi kecil agar anak-anak bisa mendapatkan hiburan dan informasi,” kata Mariam.

Tapi listrik di Kokolomboi tidak hanya untuk menerangi rumah. Sejak lama, dusun ini dikenal sebagai penghasil madu hutan. Sayangnya, tanpa listrik, madu yang dihasilkan warga sering kali harus dijual dalam kondisi mentah dengan harga murah. Mereka tidak bisa melakukan pasteurisasi atau penyimpanan yang baik, sehingga madu harus segera dijual sebelum mengalami fermentasi dan kehilangan nilai jualnya.

Kini, dengan adanya listrik dari PLTS, warga bisa menggunakan mesin pasteurisasi dan vacuum cooling untuk menjaga kualitas madu lebih lama. Madu Kokolomboi kini bernilai lebih tinggi, bisa dikemas dengan baik, dan dijual langsung ke pasar tanpa harus bergantung pada tengkulak. Amir, salah satu petani madu di dusun ini, mengaku bahwa listrik telah mengubah cara mereka berproduksi.

“Dulu kami cuma bisa jual madu dalam botol bekas air mineral. Sekarang kami bisa mengolahnya lebih baik. Kami mulai belajar cara mengemas madu dalam botol kaca, memberi label, bahkan menjualnya lewat media sosial,” ujar Amir.

Perubahan ini juga memicu pertumbuhan ekonomi kecil-kecilan di desa. Beberapa warga mulai mencoba usaha lain, seperti pembuatan produk olahan berbasis madu dan hasil hutan lainnya. Rumah-rumah yang dulu hanya berfungsi sebagai tempat tinggal kini mulai menjadi tempat produksi skala kecil.

Namun, lebih dari sekadar ekonomi, listrik di Kokolomboi membawa semangat baru bagi warganya. Syarif, seorang pemuda desa, kini bisa mengakses internet lebih mudah untuk belajar berbagai keterampilan baru. Sebelum ada listrik, dia harus pergi ke desa lain untuk sekadar mengisi daya ponselnya atau menggunakan internet di warung kopi.

“Sekarang saya bisa belajar online dari rumah. Saya sedang mencoba memahami cara membuat kemasan madu yang lebih menarik supaya bisa dijual di kota,” kata Syarif dengan antusias.

Kehadiran listrik juga memungkinkan desa ini memiliki rumah pembelajaran masyarakat, tempat warga bisa berkumpul untuk pelatihan keterampilan atau kegiatan sosial lainnya. Ini adalah sesuatu yang sebelumnya hampir mustahil dilakukan, karena malam yang gelap membuat warga lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah.

Meski demikian, keberlanjutan listrik di Kokolomboi tetap menjadi perhatian utama. Program ini tidak hanya menghadirkan listrik, tetapi juga membangun kemandirian energi. Pengelolaan PLTS diserahkan kepada warga setempat, dengan pelatihan khusus agar mereka bisa merawat dan mengelola fasilitas ini secara mandiri.

Field Manager Donggi Matindok, Ridwan Kiay Demak, menegaskan bahwa program ini bukan hanya tentang menyalakan lampu, tetapi juga menciptakan perubahan jangka panjang bagi masyarakat.

“Harapan kami, program ini bisa memberikan manfaat besar bagi masyarakat Dusun Kokolomboi yang selama ini menghadapi keterbatasan akses listrik. Semoga semakin banyak desa yang mampu mandiri secara energi, sehingga berdampak positif pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

General Manager Zona 13, Andry Sehang, menambahkan bahwa program ini merupakan langkah strategis Pertamina dalam mendorong pemanfaatan energi bersih berbasis perdesaan.

“Dengan menghadirkan energi berkelanjutan, kami tidak hanya mendukung perekonomian desa, tetapi juga turut serta dalam upaya pelestarian lingkungan,” jelasnya.

Program Desa Energi Berdikari ini selaras dengan beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), antara lain:

• SDG 7: Energi Bersih dan Terjangkau

• SDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi

• SDG 13: Penanganan Perubahan Iklim

Selain itu, program ini juga mendukung target Pemerintah Indonesia dalam mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, dengan mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan memperluas penggunaan energi terbarukan di berbagai daerah.

Malam kini bukan lagi sesuatu yang menakutkan bagi warga Kokolomboi. Mereka tidak lagi harus berjalan di tengah kegelapan hanya untuk mencari lampu minyak atau menyalakan genset sebentar sebelum tidur. Anak-anak bisa belajar, para ibu bisa memasak dengan nyaman, dan para bapak bisa bekerja lebih lama tanpa harus khawatir dengan keterbatasan cahaya.

Di suatu rumah, seorang anak kecil menatap lampu yang menyala di langit-langit rumahnya. Cahaya itu tidak hanya menerangi ruang tamu, tetapi juga impian dan harapan baru bagi dusun kecil di pelosok Banggai Kepulauan ini. Kokolomboi tak lagi gelap, dan masa depannya kini jauh lebih cerah.