21/05/2025
×
×
Today's Local
21/05/2025
Tutup x

Kajati Sulteng Dalami Lahan Konservasi Bakiriang di Kuasai Pengusaha Sawit

Tapal Batas Suaka Margasatwa Bangkiriang. Di dalam SM Bangkiriang ini ada perkebunan sawit. Foto: Etal Dauw| Mongabay.co.id

Kejati Sulteng dalami modus dibalik pengurangan luas kawasan konservasi, SM Bakiriang. Jangan gagal paham, soal perambahan kawasan konservasi Bakiriang. Mereka adalah korban kepentingan perluasan perkebunan kelapa sawit.

METROLUWUK, Banggai- Kawasan hutan Bakirian sejak pertama kali ditetapkan 1936 oleh Haji Awaluddin Raja Banggai sebagai hutan yang memiliki ikatan budaya molabot tumpe, hingga kini masih terjaga oleh masyarakat Batui. Ternyata 2017
Kepala Seksi Wilayah II, Balai Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi, menemukan terjadi perambahan di dalam kawasan telah ditanami kelapa sawit.

”Kasus ini sudah cukup lama, belum ada penanganan serius. Harusnya dilihat delik formil tidak hanya pada perbuatan. Tetapi akibat perbuatannya juga di proses. Karena ada kerugian negara. Kalau tidak ada penegakan hukum, indikasi dampak perbuatan ikutan akan lolos dari jeratan hukum. Sudah benar yang di lakukan Kejati Sulteng mendalami dan menyeret pelaku kedalam proses hukum,” ungkap Julianer Aditya Warman, direktur LBH Sulteng pada Senin 10 Maret 2025 saat di konfirmasi.

Julianer mengatakan, hutan Konservasi Bakiriang merupakan fungsi ekosistem dan keanekaragam hayati. Selain sebagai penyumbang iklim hutan di Kabupaten Banggai, Sulteng. Perubahan luas kawasan setelah di kuasai menjadi milik negara pada
21 April 1998 oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan melalui penetapan Surat Keputusan Nomor 398/Kpts-II/1998.

Menurutnya langkah tepat untuk penyelamatan kerugian negara, dilakukan Kejaksaan Tinggi dengan memeriksa kepada sejumlah 16 orang yang memiliki jabatan maupun tokoh masyarakat untuk pendalaman kasus alih fungsi Suaka Margasatwa Bakiriang, hal itu sejak belum menjadi masalah yang kini nampak rumit. Karena memang dibuat rumit. Pengusaha mendapatkan tanah-tanah dalam kawasan nampak hasil olahan petani setempat.

Padahal, berdasarkan surat BKSDA Sulteng Nomor: S.930/IV.BKSDA.K-26/2010 mengenai status Suaka Margasatwa Bakiriang. Turunan dari penetapan diatur kedalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 398/Kpts II/1998 tanggal 21 April 1998.

BACA  Babinsa Bersama Warga Kerjabakti Bersihkan Tempat Pemakaman Umum

Namun menurut Julianer perubahan itu mulai nampak terbaca terjadi perubahan luas disebabkan perambahan dan alih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit pada 8 Mei 2014. Setelah beragam peristiwa muncul dilaporkan NGO, menuntut mengembalian luasan status SM Bakiriang yang di kuasai negara. Dijadikan perkebunan kelapa sawit di kuasai oleh pengusaha.

Padahal Penguasaan lahan konservasi itu sudah bertentangan hukum. Tetapi dibiarkan terus dirambah. Meskipun telah ada data temuan pada 2017 oleh Kepala Seksi Wilayah II, Balai Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi, menyebutkan
di dalam kawasan telah ditanami kelapa sawit.

Padahal data pengurangan luas kawasan konservasi Bakiriang sejak 2014 dan 2017 menjadi alat bukti ada kerugian negara. Olehnya penegakan hukum, harus menilik tajam delik formil tidak hanya pada perbuatan. Tetapi akibat perbuatan menyebabkan kerusakan dalam kawasan. Tetapi jangan dilihat sepihak masyarakat adalah pelaku utama.

“Jangan gagal paham, soal perambahan kawasan konservasi Bakiriang. Mereka adalah korban kepentingan perluasan perkebunan kelapa sawit. Dijanjikan mendapat keuntungan hasil setelah panen tandan buah segar (TBS),” ujar Julianer