AMSI Sulteng Gelar Diskusi Bahas Isu Pertambangan Ilegal

Share This Article
PALU – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar serial diskusi bertajuk “Menelusuri Luka Bumi Palu: Mengungkap Realita Penambangan Emas Liar di Kota Palu” pada Selasa (20/08/2024). Kegiatan ini diadakan sebagai respons terhadap maraknya aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di beberapa wilayah Sulawesi Tengah, termasuk Kota Palu.
Ketua AMSI Sulteng, Muhammad Iqbal, menyatakan bahwa penambangan liar di Sulteng telah menjadi isu krusial yang menarik perhatian berbagai pihak, termasuk pemerintah, media massa, dan masyarakat sipil. “Aktivitas penambangan tanpa izin ini tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah sosial dan ekonomi, seperti kecelakaan kerja, hilangnya pemasukan negara, hingga pelanggaran hukum,” ungkap Iqbal.
Ia menambahkan bahwa diskusi ini diharapkan menjadi forum konstruktif untuk mencari solusi komprehensif atas permasalahan penambangan liar di Sulawesi Tengah.
Diskusi tersebut dihadiri oleh puluhan jurnalis di Kota Palu sebagai peserta. Dua narasumber utama, yaitu Divisi Advokasi JATAM Sulteng, Muh Tauhid, dan Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polresta Palu, Kompol Romy Gafur, yang dipandu oleh Sekretaris AMSI Sulteng, Abdee Mari, memberikan pemaparan terkait isu-isu pertambangan ilegal.
Dalam kesempatan itu, Muh Tauhid menekankan perlunya tindakan penegakan hukum yang lebih tegas dari pihak kepolisian terhadap para pemodal di balik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) untuk memutus mata rantai penambangan ilegal. Ia menyoroti Parigi Moutong sebagai salah satu wilayah yang paling terdampak, dengan beberapa lokasi penambangan ilegal seperti Kayuboko, Desa Air Panas, dan Buranga.
“Dampak lingkungannya sangat buruk, terutama di Buranga. Tanah longsor tahun 2021 mengakibatkan delapan orang meninggal dunia. Operasi ilegal ini sering kali melibatkan alat berat yang keliru disajikan sebagai pertambangan rakyat, namun menimbulkan risiko serius bagi lingkungan dan masyarakat setempat,” jelas Tauhid.
Ia juga menyampaikan bahwa kerusakan ekologis meluas hingga ke sumber daya air, seperti berkurangnya permukaan air sungai di Buranga yang menyebabkan gagal panen, serta ancaman banjir di Kayuboko yang memperburuk kondisi penduduk setempat. Tauhid menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tidak hanya menargetkan para pekerja tambang, tetapi juga para pemodal.
Selain itu, ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap keterlibatan warga negara asing, terutama dari Tiongkok, dalam aktivitas ilegal tersebut.
Sementara itu, Kabag Ops Polresta Palu, Kompol Romy Gafur, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi mengenai bahaya pertambangan ilegal selama lebih dari satu bulan. “Sosialisasi ini dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang undang-undang terkait pertambangan dan lingkungan,” ujar Romy.
Ia menambahkan bahwa setelah sosialisasi, pihaknya akan melakukan evaluasi lanjutan sebelum mengambil tindakan tegas guna memastikan keselamatan dan kepatuhan terhadap undang-undang. “Evaluasi ini akan menentukan langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan penindakan terhadap penambang ilegal,” tandasnya.
Diskusi ini menegaskan kembali urgensi penanganan masalah pertambangan ilegal yang tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang luas di Sulawesi Tengah.