14/05/2025
×
×
Today's Local
14/05/2025
Tutup x

Ketika Industri Menjadi Penjaga Tradisi

Peran DSLNG dalam Budaya dan Lingkungan Banggai


Banggai, Sulawesi Tengah, adalah rumah bagi berbagai keajaiban alam, salah satunya adalah burung maleo (Macrocephalon maleo). Burung endemik ini tidak hanya unik dengan cara bertelur yang khas-mengubur telurnya di pasir panas atau tanah vulkanik-tetapi juga menjadi simbol keberanian dan ketahanan masyarakat Sulawesi. Namun, seperti banyak spesies endemik lainnya, maleo menghadapi ancaman serius. Perburuan liar, hilangnya habitat, hingga eksploitasi sumber daya alam menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan spesies ini.

Di tengah ancaman tersebut, berbagai upaya konservasi dilakukan. Salah satu yang menonjol adalah langkah berani dan inovatif yang dilakukan PT Donggi Senoro LNG (DSLNG). Tak hanya menjalankan operasi gas alam cair, DSLNG turut mengambil tanggung jawab untuk menjaga keberlanjutan ekosistem Sulawesi melalui proyek konservasi maleo.

Pada 5 Juni 2013, bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, DSLNG bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi meresmikan Pusat Konservasi Maleo. Menurut Rahmat Azis, External Communication Supervisor DSLNG, ini adalah pusat konservasi ex-situ pertama di dunia yang didedikasikan untuk burung maleo. “Proyek ini bukan sekadar pernyataan korporasi, tetapi wujud nyata dari komitmen DSLNG terhadap lingkungan dan keberlanjutan,” ujarnya saat ditemui di Booth DSLNG, Kamis (19/9).

Upaya konservasi maleo tidak sederhana. Burung ini membutuhkan kondisi lingkungan yang sangat spesifik untuk bertelur dan menetas. DSLNG pun membangun lingkungan buatan yang meniru kondisi alami seperti suhu pasir vulkanik yang cocok untuk inkubasi telur. Pusat konservasi ini juga dirancang untuk memantau, merawat, dan melepasliarkan anakan maleo ke habitat aslinya.

External Communication Supervisor DSLNG, Rahmat Azis.

Hingga 2024, Pusat Konservasi Maleo DSLNG telah berhasil melepasliarkan 127 anakan maleo ke Suaka Margasatwa Bakiriang di Sulawesi Tengah. Suaka ini menjadi salah satu benteng terakhir bagi populasi maleo liar. Namun, kontribusi DSLNG tidak berhenti pada pelepasliaran. Mereka juga menanam ratusan pohon kemiri di sekitar area konservasi, menyediakan sumber makanan alami bagi burung ini dan memperbaiki ekosistem sekitarnya.

“Keberhasilan ini adalah langkah kecil menuju pelestarian yang lebih besar,” ungkap Rahmat Azis. Ia menambahkan, penanaman pohon juga melibatkan masyarakat sekitar, menciptakan kolaborasi yang memperkuat rasa memiliki dan tanggung jawab bersama terhadap ekosistem Sulawesi.

Komitmen DSLNG terhadap konservasi maleo tidak hanya diapresiasi di tingkat lokal, tetapi juga internasional. Pada tahun 2013, Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) memberikan penghargaan kepada proyek ini, mengakui langkah DSLNG sebagai contoh harmonisasi antara aktivitas industri dan pelestarian lingkungan.

Penghargaan tersebut menjadi bukti bahwa perusahaan energi, meski sering kali dianggap sebagai ancaman bagi lingkungan, dapat menjadi bagian dari solusi keberlanjutan. Bagi DSLNG, ini bukan sekadar pencapaian, tetapi tanggung jawab yang harus terus dilanjutkan.

Maleo kembali ke habitatnya, simbol komitmen bersama dalam melestarikan alam. Foto milik DSLNG.

Melestarikan Warisan Generasi

Di bawa naungan hutan tropis Sulawesi, maleo menjadi simbol keberlanjutan yang lebih besar. Ia adalah warisan yang mengingatkan kita akan keindahan alam dan tanggung jawab manusia untuk menjaganya. Dengan siklus hidup yang telah bertahan selama ribuan tahun, maleo memiliki peluang untuk terus berkembang di alam liar jika upaya konservasi terus dilanjutkan.

“Bagi kami, maleo bukan sekadar satwa yang dilestarikan, tetapi juga pengingat bahwa pembangunan harus berjalan selaras dengan alam,” tutup Rahmat.

Dengan langkah-langkah seperti yang dilakukan DSLNG, harapan baru bagi kelangsungan hidup burung maleo mulai terbit. Di masa depan, burung ini diharapkan tetap menjadi bagian dari ekosistem Sulawesi, hidup dan berkembang, membuktikan bahwa harmoni antara manusia dan alam adalah sesuatu yang mungkin terjalin erat.

Pjs Bupati Banggai Raziras Rahmadillah bersama tim DSLNG di Maleo Center, Minggu (20/10/2024). Kunjungan ini sebagai bentuk apresiasi terhadap program pelestarian burung maleo yang dijalankan DSLNG. (Foto: DSLNG)

Pjs Bupati Banggai Kunjungi DSLNG, Apresiasi Pelestarian Burung Maleo

PT Donggi-Senoro LNG (DSLNG) menerima kunjungan Pjs Bupati Banggai, Raziras Rahmadillah, bersama rombongan di Maleo Center DSLNG, Minggu (20/10/2024). Kunjungan ini dilakukan sebagai bagian dari silaturahmi antara Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai dan DSLNG yang telah menjalin hubungan baik selama ini.

Turut hadir dalam kunjungan tersebut Pjs Bupati Aceh Besar, Muhammad Iswanto. Rombongan disambut oleh External Relations Manager DSLNG, Ardya Yosy Rahardjo, dan tim.

Dalam kesempatan itu, Pjs Bupati Banggai mengapresiasi upaya DSLNG dalam pelestarian burung Maleo (Macrocephalon maleo), satwa endemik Sulawesi yang berstatus terancam punah. Hingga tahun 2024, DSLNG telah berhasil melepasliarkan 127 anakan Maleo di Suaka Margasatwa Bakiriang, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

“Pelestarian Maleo ini adalah contoh nyata kepedulian DSLNG terhadap lingkungan, dan kami sangat mendukung upaya ini,” ujar Raziras Rahmadillah.

Selain itu, PT Donggi-Senoro LNG ikut berpartisipasi dalam keberlangsungan budaya daerah, dalam hal ini kelangsungan tradisi adat Mombowa Tumpe di Kecamatan Batui.

Karena, Burung Maleo, simbol keindahan dan keunikan alam Sulawesi yang terancam punah, kembali ke habitat aslinya. PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) bersama Pemerintah Kabupaten Banggai menggelar pengantaran burung endemik itu ke Tanah Babasalan, wilayah yang kaya akan nilai ekologi dan budaya.

Sejak 2013, DSLNG melalui program CSR terus berkomitmen melestarikan Maleo, menjaga keanekaragaman hayati, sekaligus memberdayakan masyarakat lokal. “Ini lebih dari sekadar pelestarian, ini adalah warisan yang harus dijaga untuk generasi mendatang,” ujar perwakilan DSLNG.

Upacara adat Malabot Tumbe tahun 2024 akan dilaksanakan pada tanggal 1-4 Desember 2024. Pengantaran Maleo ini mencerminkan sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dalam melindungi lingkungan serta merawat tradisi lokal. Maleo terbang, membawa pesan harapan untuk masa depan alam Sulawesi.