Tujuh Warga Samalore Diduga Dikriminalisasi, Kuasa Hukum Soroti Tindakan PT KLS

Share This Article
BANGGAI, Metroluwuk – Kuasa hukum tujuh warga Desa Samalore, Irfan Bungadjim, mengungkap dugaan kriminalisasi yang dilakukan oleh PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) terhadap kliennya. Ia menegaskan bahwa para warga tersebut tidak hanya diperlakukan secara sewenang-wenang, tetapi juga dikenai wajib lapor selama sembilan hari tanpa status hukum yang jelas.
“Ini tindakan yang absurd. Status mereka tidak jelas, tapi dipaksa wajib lapor. Ada apa ini?” tegas Irfan, yang mulai mendampingi kasus ini sejak 29 Maret 2025.
Menurut Irfan, dugaan kriminalisasi ini semakin mencurigakan karena diduga berkaitan dengan kepentingan politik menjelang Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang akan digelar pada 5 April 2025.
“Sampai segitunya mereka bermain. Ada ancaman: menangkan Paslon 03 70 persen di Samalore, baru mereka dibebaskan. Ini sangat naif dan kotor!” ungkapnya.
Irfan menjelaskan bahwa tujuh warga tersebut awalnya hanya memungut brondolan sawit—buah sawit yang jatuh—atas permintaan pemilik kebun sawit plasma. Namun, mereka kemudian dipaksa mengakui bahwa brondolan tersebut berasal dari sawit inti milik PT KLS.
“Totalnya sekitar belasan karung. Tapi anehnya, mereka malah dipaksa mengakui bahwa brondolan itu berasal dari sawit inti,” beber Irfan.
Yang lebih mencengangkan, pemilik kebun sawit plasma justru berang karena wilayah yang dimaksud memang miliknya.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar terkait dugaan tekanan politik yang dilakukan oleh pihak tertentu terhadap warga. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT KLS maupun aparat penegak hukum terkait kasus ini. (rls)